Orang-orang yang beruntung di Bulan Ramadhan

Bulan Ramadan adalah bulan
yang penuh berkah dan rahmat bagi umat Muslim. Oleh karena itu, sebagai seorang
Muslim kita harus memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Orang yang
berpuasa di bulan Ramadan sangatlah beruntung, karena Allah SWT telah
menjanjikan pahala yang besar bagi orang-orang yang menjalankan ibadah ini
dengan ikhlas dan tulus. Puasa juga merupakan cara yang baik untuk membersihkan
diri dari dosa-dosa yang telah dilakukan sebelumnya dan meningkatkan kualitas
iman dan taqwa.
Namun, sayangnya masih banyak
orang yang tidak memahami makna sebenarnya dari ibadah puasa, sehingga mereka
tidak dapat memanfaatkan bulan Ramadan sebaik-baiknya. Dan akhirnya, mereka
menjadi orang yang rugi di bulan puasa.
Namun, tidak semua muslim akan
mendapat keberuntungan di bulan ramadan. Lantas, siapa saja orang yang
beruntung di bulan Ramadhan ini?
Pertama: Orang yang beruntung
di bulan Ramadhan ini adalah orang yang mengetahui keutamaan dan nilai bulan
Ramadhan
Bulan Ramadhan adalah bulan
kebaikan dan ketaatan kepada Ar-Rahman. Orang beriman berharap akan semua
amal-amalnya di bulan ini semuanya ditujukan dalam rangka mendekatkan dirinya
kepada Allah Ta’ala.
Puasa (menahan lapar dan
dahaga) di siang hari, dan berdiri untuk shalat di malam hari juga
diperuntukkan kepada Allah Ta’ala, bukan sekedar ikut-ikutan atau karena rasa
sungkan kepada orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Barang siapa puasa di bulan
Ramadhan karena keimanan dan penuh pengharapan, akan diampuni dosanya yang
telah terdahulu. Dan barang siapa yang berdiri (shalat) di bulan Ramadhan
karena keimanan dan penuh pengharapan akan diampuni dosanya yang telah
terdahulu.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Kedua: Orang yang beruntung di
bulan Ramadhan ini adalah orang yang melaksanakan puasa dengan sunguh-sungguh.
Tidak hanya perut yang menahan
lapar, akan tetapi juga raga yang menahan dari segala yang dilarang oleh Allah
Ta’ala.
Menahan lisan dari berucap
kata-kata kotor, dusta, ghibah dan sia-sia. Menahan mata dari memandang yang
diharamkan oleh Allah Ta’ala. Menahan telinga dari mendengarkan yang tidak
halal baginya.
Telinga, lisan dan mata
berpuasa sebelum berpuasanya perut dan kemaluan, karena seorang mukmin
mengetahui bahwa tidaklah sempurna taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah
Ta’ala dalam hal meninggalkan syahwat yang diperbolehkan saat tidak berpuasa,
hingga ia mampu bertaqarrub kepada Allah Ta’ala dengan cara meninggalkan apa-apa
yang larang-Nya di semua keadaaan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Barang siapa yang tidak
meninggalkan perkataan keji dan berbuat keji, maka Allah tidaklah butuh ia
meninggalkan makan dan minumnya (puasanya).” (HR. Al-Bukhari No. 6057)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam juga menegaskan dalam sabdanya yang lain,
“Berapa banyak orang yang
berpuasa tidak mendapatkan bagiannya kecuali lapar dan dahaga semata, dan
berapa banyak orang yang berdiri shalat tidak mendapatkan bagiannya kecuali
bergadang saja.” (HR. Ahmad)
Ketiga: Orang yang beruntung
di bulan Ramadhan ini adalah orang yang mendapati hikmah dari ibadah puasa,
yakni takwa.
Allah Ta’ala berfirman,
Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa,” (QS. Al-Baqarah: 183)
Kata la’alla dalam al-Quran
memiliki beberapa makna, di antaranya ta’lil (alasan) dan tarajji ‘indal
mukhathab (harapan dari sisi orang diajak bicara).
Dengan makna ta’lil, dapat kita
artikan bahwa alasan diwajibkannya puasa adalah agar orang yang berpuasa
mencapai derajat takwa. Dengan makna tarajji, dapat kita artikan bahwa orang
yang berpuasa berharap dengan perantaraan puasanya ia dapat menjadi orang yang
bertakwa. (Ad–Durr Al–Masun, As-Samin Al Halabi, 138; Al Itqan Fii Ulumil
Qur’an, As-Suyuthi, 504)
Imam At-Thabari menafsirkan
ayat ini: “Maksudnya adalah agar kalian bertakwa (menjauhkan diri) dari makan,
minum dan berjima’ dengan wanita ketika puasa. (Jami’ Al–Bayan Fii Ta’wiil al-Quran,
Ibnu Jarir Ath-Thabari, 3/413)
Imam Al-Baghawi memperluas
tafsiran tersebut dengan penjelasannya: “Maksudnya, mudah-mudahan kalian
bertakwa karena sebab puasa. Karena puasa adalah wasilah menuju takwa. Sebab
puasa dapat menundukkan nafsu dan mengalahkan syahwat. Sebagian ahli tafsir
juga menyatakan, maksudnya: agar kalian waspada terhadap syahwat yang muncul
dari makanan, minuman dan jima’.” (Ma’alim At Tanziil, Imam Al-Baghawi, 1/196)
Dalam kitab Tafsir Jalalain
dijelaskan dengan ringkas: “Maksudnya, agar kalian bertakwa dari maksiat. Sebab
puasa dapat mengalahkan syahwat yang merupakan sumber maksiat.” (Tafsir
Al–Jalalain, Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuthi, 1/189)
Keempat: Orang yang beruntung
di bulan Ramadhan ini adalah orang yang bermujahadah dalam melaksanakan shiyam
(puasa) dan qiyam (berdiri shalat) juga amal-amal shalih.
Seorang mukmin pada hari-hari
awal di bulan Ramadhan senantiasa bersungguh-sungguh untuk beribadah, dan
kemudian meningkatkan kesungguhannya manakala mendapati sepuluh hari akhir
bulan Ramadhan. Ada sebuah kaidah salam syariat,
“Apabila permulaannya benar maka ia akan
mendapati akhir yang baik.”
Orang yang berpuasa hendaknya
memiliki amal yang maksimal baik di awal maupun pertengahannya, sehingga ia
bisa mendapatkan kekuatan untuk mengakhiri dari ujung-ujung hari Ramadhan
dengan amalan terbaik.
Ibunda Aisyah istri Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan apa yang dilakukan Nabi pada 10 hari
terakhir Ramadhan.
“Adalah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam apabila memasuki 10 terakhir Ramadhan, beliau mengencangkan
tali sarungnya (yakni meningkatkan amaliah ibadah beliau), menghidupkan
malam-malamnya, dan membangunkan istri-istrinya.” (HR. Al-Bukhari &
Muslim).
Demikianlah Rasulullah
meneladankan bagaimana mengisi 10 hari terakhir Ramadhan. Berusaha semaksimal
mungkin fokus dalam ibadah dan memutus sementara waktu dengan segala urusan
keduniawian.
Terlebih dalam rentang 10 hari
terakhir Ramadhan itu ada yang namanya Lailatul Qadar, satu malam yang nilainya
setara dengan 1000 bulan alias 83 tahun, bahkan pada hakikatnya, jauh lebih
baik dari angka tersebut. 10 hari terakhir mesti menjadi puncak usaha umat
Islam dalam ibadah, yang awalnya sebatas hatam al-Quran, sekarang bagaimana
hatam dan paham maknanya agar proses menuju tangga takwa kian mudah untuk
digapai.
Kelima: Orang yang beruntung
di bulan Ramadhan ini adalah orang yang berpuasa dengan memperbanyak tilawatul
qur’an.
Ramadhan adalah bulan
al-Quran, karena pada bulan ini al-Quran yang berisi petunjuk dan penjelasan
diturunkan oleh Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
“…Bulan Ramadhan yang di
dalamnya –mulai- diturunkannya al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
keterangan-keterangan yang nyata yang menunjuk kepada kebenaran, yang
membedakan antara yang haq dan yang bathil…” (QS Al-Baqarah: 185)
Ibnu Katsir rahimahullah
menjelaskan, Allah menyanjung bulan puasa dibandingkan bulan-bulan lainnya
yaitu dengan memilihnya sebagai waktu diturunkannya al-Quran Al-‘Azhim.
Al-Quran merupakan mukjizat
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling agung dan akan terus nampak
hingga akhir zaman. Keberkahannya terus mengalir dan tak akan pernah terputus.
Sebuah kitab suci yang akan
selalu membimbing seorang muslim menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Orang yang menjadikannya imam, akan selamat dengan izin Allah, namun siapa yang
tak menghiraukannya, maka cepat atau lambat kebinasaan akan menghampirinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Bacalah al-Quran, sebab pada
hari kiamat ia akan datang sebagai pemberi syafaat bagi pengembannya.” (HR.
Muslim)
Nah itulah dia orang-orang yang beruntung pada Bulan Ramadan, semoga Allah Ta’ala memberikan kepada kita kekuatan untuk senantiasa menjalankan perintah-Nya di bulan Ramadhan ini dan menjauhi segala larangan-Nya.
(Khutbah Jum'at Oleh Ustad Ahmad,S.Pdi di Masjid Nurul Hikmah Manggemaci)